nusakini.com--Alasan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo bertahan dengan angka presidential treshold 20 – 25 persen adalah untuk meningkatkan kualitas demokrasi. Dirinya membantah kalau ada kepentingan politik pemerintah menyiapkan calon tunggal di pemilu 2019. 

"Ada yang menuduh ini akan mengarah ke calon tunggal. Tapi, pemilu 2009 muncul lima pasangan calon, (Pak SBY, Ibu Mega, Prabowo dan Pak JK) Pemilu 2014 ada calon (Jokowi dan Prabowo), jadi enggak mungkin (calon tunggal)," ucap Tjahjo di DPR, Senin (19/6). 

Ia meyakinkan sikap pemerintah ingin bertahan pada ambang batas pencalonan presiden 20 – 25 persen bukan bagian dari skenario mempersiapkan calon tunggal di Pilpres 2019. Sebab, Presiden Jokowi sendiri menyampaikan kalau pemerintah ingin meningkatkan kualitas demokrasi. 

"Saya bilang pemerintah ingin musyawarah karena saya melaksanakan garis pemerintah yang pak Presiden menyampaikan bahwa tetap ingin meningkatkan kualitas demokrasi 20-25 persen," kata dia. 

Selanjutnya, Tjahjo menegaskan pemerintah inginya bermusyawarah dalam isu yang belum selesai di RUU Pemilu ini. Menurutnya masih ada waktu untuk bisa menyelesaikan perdebatan yang masih meruncing secara musyawarah. 

"Saya ingin musyawarah. Masa 562 pasal sudah selesai di tim perumus, tinggal lima dan sekarang tinggal tiga, yang dua sudah clear. Masak tiga enggak bisa musyawarah. Kalau enggak bisa ya dibawa ke paripurna. Kalau deadlock, ada opsi pemerintah. Yang penting per 1 Oktober paling lambat. Tak mengganggu tahapan-tahapan Pilpres," ucap Tjahjo. 

Tjahjo Kumolo optimistis usai lebaran RUU Pemilu ini sudah selesai sehingga pemerintah tak perlu menerbitkan Perppu. 

"Prinsip pemerintah, Perppu jangan diobral. Kecuali kalau mendesak sekali. Tapi kami optmistis selesai sampai habis lebaran, cukup waktu," lanjutnya. 

Seperti yang diketahui RUU Pemilu telah sampai kepada babak akhir. Tinggal lima isu yang belum diketuk secara resmi oleh DPR dan pemerintah. Lima isu itu adalah sistem pemilu, sistem penghitungan suara, alokasi kursi per dapil, parlementary threshold dan presidential threshold. (p/ab)